Monday, October 15, 2007

BUkan Siapa**

___ Bagian Hidup Normal


SEIRING perubahan waktu, dari hari berganti hari, minggu bosan dengan kemingguannya, bahkan bulan mulai enggan tuk terlambat datang bulan. Dapat di rasakan, semua yang telah kita lakukan membawa harapan yang berujung kekecewaan. Harapan yang semestinya berada di depan, di tempat paling muluk dalam relung hati, berubah kekecewaan menyusul sebelum harapan itu tiba, ketika, pada akhirnya, rangkaian alam hayal yang awalnya tersusun dengan rapi, serta semua impian indah ternyata tercampak di batu karang kehidupan nyata yang gersang, getir, dan gelap.

Musnah sudah harapan, persahabatan dua manusia egois yang selalu dipenuhi suasana jiwa serba angkuh, congkak dan keras kepala. Membuat keduanya kehilangan daya saling mengisi, saling mengingat serta saling percaya. Hidup seperti telah kehilangan maknanya. Kekerasan antar pribadi, antar watak dan keinginan, juga antar persepsi pandangan pendapat, tumbuh kembang dengan tidak waras. Dan amarahpun menjadi hal yang biasa sebagai alat tercanggih untuk menyelesaikan suatu perkara. Cuek, acuh, risih bahkan benci lama-lama menjadi bagian hidup normal.

Mereka memang tidak lumpuh akan hal itu, tapi kelihatan tak berdaya. Aturan pergaulan hanya ada di dalam buku harian “mawas diri untuk diri sendiri”. Bahkan di bagian paling ideal, segala keinginan dan kehendak diri telah menjadi syarat utama menjadi pribadi yang unggul.

Seorang kawan yang lemah sedang menghadapi sebuah perkara, harus membela diri tampa harus berurusan dengan kawan sebelahnya, tak tahu ke mana bertanya dan kepada siapa minta bantuan. Seorang sahabat yang bersumpah sebagi orang yang selalu siap berada didekatnya, dan berjanji lurus dalam segenap sepak permasalahan yang akan dihadapi, menjadi buta dengan gelapnya warna putih dan tuli dengan tenangnya pombensin depan rumah meledak.

Segala corak kepalsuan dijunjung tinggi. Kejujuran dengan sendirinya ditolak. Di belakang belantara rumah, misalnya, orang jujur dijauhi, dielakkan dan dicuthik jauh-jauh karena dianggap skop berbahaya. Ia tak bisa diajak bersekongkol melakukan kebaikan kolektif untuk dirinya.

Persahabatan dan Kebersamaan edankah yang dialami? Setahu saya, persahabatan edan itu gambaran persahabatan tom & jerry -mungkin lebih khusus di sini- atau seperti yang terjadi pada zaman kolonial Belanda, yang membuat jiwa sang pujangga petualang, Raden Markopolo, gundah gulana, masgul, dan resah karena ia bukan pribadi yang cocok hidup bersama Ratu Cleopatra.

Kalau begitu apakah ini yang disebut persahabatan kolotido, persahabatan yang penuh rasa tido-tido, alias serba ragu, penuh ketidakpastian, dan tak berani blak-blakan secara tegas? Mungkin juga bukan, karena persahabata seperti Teletabis; Tungkiwingki, Dipsi, Lala, Pho bersih bagaikan kandang kebo tampa harus memiliki aral lintang yang berbeda? Atau juga antara Adi Andojo Sutjipto dengan Benyamin Mangkudilaga, dan Mulia Lubis, bukankah contoh pribadi yang tidak tido-tido? Bahkan persahabatan Sutradara Gintings Markoteng dengan Artis anggun Madonna paragawati, bukanlah orang-orang hebat di habitat kebersamaan mereka?

Kalau begitu, apakah ini persahabatan kolo Bedu, persahabatan ketika dari masing-masing kita dipenuhi bebedu alias masalah yang silih berganti, dan beraneka pula coraknya sehingga kita dibikin kehilangan kepercayaan diri dan harapan yang sehat secara alami? Saya kira juga bukan. Langit, bumi, gunung-gunung, dan laut, memang marah dan bosan melihat kemunafikan kebersamaan ini, dan diam-diam tiap hari melecehkan orang lain, hingga mereka minta ijin kepada kita buat meluluhlantakkan permasalahan mereka dengan berbagai cara, tapi bukankah dengan sabar, dan senyum kalem mereka bertanya,: "Sekiranya kalian yang menjadikan kebersamaan dari masing-masing perbedaan itu- niscaya kalian pun menyayanginya, melebihi sayang seekor induk kerbau, kepada anak-anak sapi?"

___ 00.00/10-16-200L"Prasa

2 comments:

fuddyduddy said...

NO COMMENT!

DeMIS said...

tapi siap sih yang merasa gak nyaman duduk bermesraan bersama elHaq :)